Jumat, 25 Desember 2015

#Blogpost2 Renungan Taubat dari Sifat Posesif

Duh judulnya begitu amat yak :)), masih nyambung nih seputar #blogpost1 yang membahas posesif. Kalo felix siauw aja bisa bikin #IndonesiaTanpaPacaran, gue juga gak mau kalah, gue mau bikin #IndonesiaBebasPosesif. Lah sok sok an wkwk. Ya, di #blogpost2 ini gue mau bikin sesuatu yang bersifat melengkapi si #blogpost1, karena 1 dan 2 saling melengkapi kemudian datanglah si ketiga yang akan merusak segalanya, halah … Kali ini rangkai kata – kata di #blogpost2 ini gak di latar belakangi oleh apapun, gue ngetik ini dengan niat tulus murni mencerdaskan generasi bangsa memberantas dari belenggu posesif.

Hampir seminggu dari blogpost kedua kemaren, akhirnya setelah sibuk dengan kuliah, ujian, dan tugas sempatlah waktu bertemu antara jari jemari gue nan kasar dengan keyboard laptop gue yang warnanya putih kekuningan kusam. Pertemuan untuk menuangkan ide dan bakat terpedam, halah…

Jadi setelah membeberkan mengenai posesif dari sudut pandang gue yang pernah mempunyai pengalaman sebagai pelaku dan juga korban, maka kalo kemaren di #blogpost1 gue ngungkapin apa sih yang bikin seorang posesif, alasan, berikut contohnya. Nah kali ini, spesial, telornya satu jangan dua, tar bisulan, gue bakalan nulis mengenai……

“Hal – hal yang bikin kita gak perlu berlaku posesif!”

So, here we go …

Posesif, /po-se-sif/ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bersifat merasa menjadi pemilik; mempunyai sifat cemburu. Nah ada definisi lain nih setelah gue googling juga, yaitu posesif adalah suatu sikap yang dipunyai atau ditunjukkan untuk mengontrol atau mendominasi sesuatu atau seseorang.

Sekedar mengulang pelajaran minggu lalu, barangkali kalian lupa yah…
Banyak banget alasan yang digunakan seseorang, atau hal yang menjadi dasar seseorang untuk berlaku posesif, nah minggu lalu di #blogpost1 gue mencoba membeberkannya melalui sudut pandang pengalaman gue sebagai korban dan pelaku, eh pelaku dan korban ding. Tentunya setiap hal, selalu ada penentangnya, ada lawannya. Ibarat benar selalu ada lawannya yaitu salah, atau si Manny Pacquaio lawannya si Mayweather, nah begitu juga posesif, lawannya ya gak posesif. Em, kurang tepat sih rasanya tapi gue pun masih bingung kata apa yang sepadan ngegantiin si “gak posesif”. Nanti barangkali ada kalian yang ngerasa punya kata sepadang yang cocok buat gantiin si “gak posesif” ini silahkan komen di bawah ya. Eh sepadan, kenapa jadi sepadang, duh mungkin gue laper…

Menurut pemikiran dan penafsiran gue, sebenernya pangkal dari adanya posesif ini adalah rasa takut. Rasa takut kehilangan, rasa takut dikhianati, rasa takut akan hal yang tidak diinginkan, dan varian rasa takut lainnya. Dari pemikiran dan penafsiran ini maka gue pun punya pendapat bahwa sebenernya cara menangkal di posesif ini adalah berani!

Yak berani, jadi semua hal yang akan dijalani emang seharusnya dijalanin dengan keberanian. Begini gampangnya, ketika memutuskan jatuh cinta, dimana itu adalah jatuh yang aneh karena jatuh nya gak kebawah gak mengikuti gravitasi, tapi malah keatas ke awang – awing, katanya, harus berani juga buat patah hati. Jadi gak akan ada rasa kuatir atau takut berlebihan akan hubungan yang dijalani. Karena setiap hal di dunia pasti ada resikonya, jatuh cinta juga, pacaran juga, resikonya ya macem – macem, mulai dari gak enak hati, hingga derajat berat yaitu ditinggalin setelah diselingkuhin, uh!

Sebenernya pembahasan ini bakalan melebar soal kepercayaan di hubungan, karena menurut penerawangan gue, posesif juga dari adanya kepercayaan yang gagal terjalin di suatu hubungan. Walaupun banyak faktor lain, tapi berdasarkan survey di 3 kota oleh Lingkaran Selingkuhan Indonesia, gak terjalinnya kepercayaan adalah faktor yang mendukung terjadinya posesif, perpisahan dan perselingkuhan.

So dengan penjelasan dibawah ini, harusnya tulisan gue bisa memotivasi kalian yang posesif untuk gak menjalankannya lagi, jangan saudara – saudara! Tidak baik, tak berfaedah…


1. Percaya!


Nah ini poin pertama, percaya lah akan pasangan, gebetan, selingkuhan lo, atau siapapun dia, btw kalo masih pdkt udah posesif, apa kabar pas udah jadian ntar? :)). Kenapa kudu percaya? Jelas, lo aja percaya dengan menitipkan perasaan rasa cinta lo dengan dia? Kenapa lo masih harus gak percaya dia? Come on, kasih juga pasangan lo kepercayaan, agar kalian bisa saling ngasi kepercayaan dan berhubungan dengan nyaman tanpa harus kuatir dengan apa yang pasangan lo lakukan di luar sana ketika gak sama lo. 

Kalo dia nyianyiain kepercayaan aku gimana?

Yaudah, lo cukup bertindak, memberi kesempatan lagi, atau pergi beranjak dan mengambil hikmahnya. Kalo ternyata dia emang gak pantes buat lo :). Selesai.

2. Setiap orang butuh “berkembang”!



Setiap manusia yang hidup, selain makan, minum dan buang air, mereka juga butuh tumbuh dan berkembang. Tapi pacarku udah 25 tahun kok! Ya pertumbuhan dia berhenti, tapi perkembangan adalah selalu jadi hal yang dibutuhin oleh manusia. Dengan dia punya hubungan dengan lo maupun orang lain, yang diharapkan pasti ada perkembangan dari diri dia. Bukan malah menghambat perkambangan. Stop posesif, karena hal ini Cuma bikin dia terkungkung di lingkaranmu, dan dia gak bisa berkembang Cuma mentok – mentok disitu aja bersama orang yang selalu melarangnya ini itu. Begitu juga dengan si pelaku posesif, yang selalu was – was mikirin segala aturan yang bikin hidup penuh benturan, akhirnya kalian sama – sama gak berkembang, hanya karena selalu saling mengekang. 

Aku ngebatesin sih misal pacarku mau main sama temen yang lawan jenisnya, gimana?

Posesif atau gak itu pilihan, biarkan dia bebas memilih, lo cukup ngingetin dia untuk pinter bagi waktu antara temennya dan lo. Dengan membatasi dan melarang dia, dia yang juga manusia biasa dimana manusia emang hadir untuk menciptakan rintangan dan melewati rintangan, bukan gak mungkin nantinya dia akan semakin tertantang buat pergi dari belenggu kamu buat ngejar kebebasannya bersama teman – temannya.

3. Ikhlas




Menjalin hubungan, apalagi dengan manusia yang punya seribu akal jutaan tingkah, Cuma bisa berharap pada kepercayaan. Manusia emang tempatnya salah,tempatnya khilaf. Pada akhirnya selalu ada luka, penyesalan, dan sakit pada suatu hubungan. Ketika memutuskan jatuh cinta dan menjalin hubungan, secara ga sadar lo sebenernya patuh pada terms of agrrementnya jatuh cinta, “rela jatuh cinta, rela patah hati.” Pada akhirnya jika emang dia yang terbaik dan ditakdirin buat lo, semua akan datang di saat yang tepat. Kalo nyatanya dengan kamu memberi kebebasan ke dia, akhirnya dia mengkhianati? Let it go! Setidaknya kamu belajar dari hubungan yang kandas, bukan untuk mengingat luka lalu menjadi trauma, tapi untuk menjadi lebih baik lagi nantinya.

Sekian pandangan gue seputar posesif, di #blogpost1 dan #blogpost2, jadilah pasangan yang sehat, memberi manfaat positif, bukan mengekang dengan gak jelas dan menerapkan batas – batas tak jelas. Semoga setelah ini, movement #IndonesiaBebasPosesif beneran ada :)).

See ya! Ditunggu komen dan masukannya dibawah, barangkali nyiptain ruang diskusi yang bermanfaat (?) halah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar